25 Oct, 2025

Mahasiswa Indramayu Desak Kejati Jabar Bongkar Aktor Besar di Balik Korupsi BPR KRI Ratusan Miliar

Indofakta.com, 2025-10-22 03:56:45 WIB

Bagikan:

Bandung -- Kejaksaan Tinggi Jawa Barat didatangi belasan mahasiswa Civitas Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wiralodra atau UWIR Indramayu. Maksud kedatangan mereka adalah mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk mengungkap aktor besar dibalik korupsi Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja Indramayu atau BPR KI dalam kasus korupsi kredit fiktif sebesar Rp 139.miliar yang terjadi pada tahun 2021.

Baca juga: 16 Hari Berlalu, Kematian Warga Binaan Army Siregar Belum Terungkap

Para Mahasiswa menilai penanganan perkara korupsi BPR KRI masih menyisakan tanda tanya besar. Meski  pejabat utama bank daerah tersebut telah dijadikan terdakwa, “aktor besar” di balik skema korupsinya belum tersentuh. Salah satu perwakilan mahasiswa, Muhammad Daffa, menyampaikan bahwa pihaknya datang bukan sekadar untuk unjuk rasa, tapi membawa bukti-bukti baru yang memperkuat dugaan adanya koordinator eksternal di luar struktur manajemen bank.

Baca juga: Kejati Sumsel Usut Dugaan Kasus Korupsi Distribusi Semen PT KMM, Lakukan Penggeledahan Di Tiga Lokasi

"Acuan kami sangat kuat dari pemberitaan media dan dokumen audit. Ada pihak luar yang mengatur pencairan kredit fiktif dan mengalirkan dana besar ke luar manajemen. Mereka harus diungkap dan diadili,” tegas Daffa kepada awak media.

Baca juga: Jaksa Agung ST Burhanuddin Tutup PPPJ Angkatan 82: “Saya Butuh Jaksa yang Pintar dan Bermoral”

Ditambahkannya, mahasiswa datang jauh-jauh dari Indramayu ke Bandung demi memastikan laporan mereka diterima langsung oleh pejabat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Baca juga: Unit Reskrim Polsek Patumbak Lakukan Penyelidikan dan Penyidikan Laporan Penganiayaan Seorang Jurnalis

"Kami ingin Kejati Jabar menuntaskan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Jangan berhenti di level bawah. Bongkar siapa yang sesungguhnya paling bertanggung jawab,” tegasnya.

Kedatangan mahasiswa diterima langsung oleh Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atau Kasi Penkum Kejati Jabar, Nur Scahyawijaya, S.H., M.H membenarkan telah menerima laporan resmi dari perwakilan mahasiswa tersebut.

“Benar, ada laporan dari mahasiswa asal Indramayu yang melaporkan kredit fiktif di bank daerah. Kami apresiasi kepedulian mereka, dan tentu akan kami tindaklanjuti dengan pendalaman lebih lanjut,” katanya kepada awak media di Kejati Jabar pada hari Selasa tanggal 21 Oktober 2025.

Kasi Penkum menegaskan, setiap laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi akan diproses sesuai mekanisme hukum.

“Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberi masukan dan bukti tambahan dalam penanganan perkara,” tuturnya.

Perkara korupsi BPR KRI merupakan salah satu perkara besar di Jawa Barat dengan nilai kerugian negara mencapai Rp139 miliar. Skandal ini berlangsung dalam rentang waktu 2013 hingga 2021, melibatkan jajaran pimpinan BPR KRI dalam praktik penyaluran kredit fiktif dan penyalahgunaan wewenang secara sistematis. Penyidik Kejati Jabar sebelumnya telah menetapkan tiga orang tersangka: SGY – Direktur Utama periode 2012–2022 MAA – Direktur Operasional periode 2012–2019 BS – Direktur Operasional periode 2020–2023 Ketiganya didakwa melakukan pelanggaran berat terhadap prinsip kehati-hatian perbankan dan melanggar Pasal 2 serta Pasal 3 UU Nomor : 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Namun, mahasiswa menilai ketiganya hanya bagian dari struktur formal, sedangkan otak besar pengendali dana fiktif justru berada di luar manajemen — disebut sebagai “koordinator eksternal”.

Berdasarkan penyidikan Kejati Jabar, ditemukan tiga modus besar dalam praktik korupsi BPR KRI yaitu : 
- 121(seratus dua puluh satu) fasilitas kredit fiktif dengan nilai mencapai Rp129,4 miliar, dimana dana justru diterima dan digunakan oleh pihak koordinator di luar bank.

-  7 (tujuh) fasilitas kredit cacat prosedur senilai Rp6,2 miliar, disetujui tanpa verifikasi sesuai ketentuan perbankan.

-  14 (empat belas) fasilitas kredit atas instruksi langsung pimpinan dengan total plafon Rp 3,9 miliar, serta tambahan Rp800 juta dari pinjaman internal pegawai bank kepada lembaga keuangan lain. Berdasarkan hasil audit, Kejati Jabar menyimpulkan total kerugian keuangan negara sebesar Rp 139,6 miliar. 

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung Kls IA khusus sebelumnya beberapa saksi menyinggung peran pejabat Pemkab Indramayu, mengingat BPR KRI merupakan bank milik pemerintah daerah. Pada saat kasus tersebut mencuat, disebut-sebut Bupati Indramayu saat itu, Nina Agustina, sempat dijadwalkan untuk dimintai keterangan di persidangan. Namun, pemanggilan tersebut tidak pernah terealisasi hingga perkara disidangkan. Ini yang membuat mahasiswa curiga.

“Bagaimana mungkin bank milik pemerintah daerah bisa mengalami kerugian sebesar itu tanpa ada pengawasan dari pemilik modal ? Ini harus dibuka terang-benderang,” tegas Daffa lagi.

Sebagai buntut dari kasus tersebut, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah mencabut izin operasional BPR KRI pada September 2023 karena kondisi keuangan yang tidak sehat dan kredit macet mencapai Rp 230 miliar.

Namun, pencabutan izin dan penahanan 3 (tiga) pejabat tidak serta-merta menutup luka masyarakat Indramayu. Ratusan nasabah kecil kehilangan tabungan, dan citra lembaga keuangan daerah hancur total. Kini, masyarakat menanti keadilan penuh: siapa dalang sesungguhnya yang menikmati hasil kejahatan tersebut ?

Pada bagian akhir audiensi, mahasiswa UWI menegaskan akan terus mengawal perkara tersebut hingga ke tingkat pusat bila Kejati Jabar tidak menunjukkan progres konkret.

“Kami akan terus kawal. Ini bukan hanya tentang uang negara, tapi tentang kepercayaan publik. Jangan biarkan aktor besar di balik layar lolos dari hukum,” ujar Eka, salah satu perwakilan mahasiswa lainnya. (Y CHS).
-

Bagikan:

© 2025 Copyright: Indofakta Online